Menjelang Musyawarah


Oleh : Tuan Muda

OPINI | Dengan sangat sadar, saya paham bahwa konsekuensi menulis akan dikritik oleh mereka yang tidak sepaham dengan argumen saya. Atau didukung oleh mereka yang sepaham dengan saya, atau yang paling menjijikkan adalah menyatakan kebencian terhadap pikiran saya tapi membicarakannya dibelakang. Hahaha bajingan pecundang !

Tetapi itu tak sebrapa penting, tiap kali menulis tujuan saya adalah tak lebih untuk memprovokasi, menghina, serta memaki setiap kalian kader pergerakan tetapi benci budaya literasi. Dimana literasi adalah fondasi berdirinya gerakan, terutama membaca, diskusi, menulis. Sederhananya adalah mengkampanyekan literasi menulis, tanpa uang atau serangan fajar tapi dengan caci makian, walaupun tulisan saya tidak pernah bermutu, dan saya sadar pula jika kalian menulis pasti kualitasnya jauh diatas saya.

Kembali ke fokus tulisan ini, faktanya hari ini adalah organisasi-organisasi yang mengatakan dirinya sebagai pergerakan, ataupun sosial kontrol, lebih disibukkan dengan masalah internal. Dan itu terjadi hampir diseluruh pergerakan, termasuk IMM.

IMM lebih sibuk membicarakan tentang bagaimana mencari kader banyak, mengurusi kader yang hilang, atau IMMawannya sibuk mencari IMMawati. Kadang-kadang biar kelihatan hidup diadakan diskusi. Itupun yang datang tak lebih banyak dari agenda jalan-jalan bersama. Artinya IMM hari ini mengalami degradasi intelektual.

Hal itu semakin diperparah dengan politik praktis yang kerap kali dilakukan oleh kadernya. Biasanya menjelang permusyawaratan, baik itu cabang, DPD, maupun DPP. Bahkan mungkin ada yang udah melakukan itu dalam tataran komisariat. Memang, membicarakan bagaimana merebut kursi jabatan itu mengasyikkan, tapi tak lebih mengasyikkan dari membicarakan ketidakadilan, kesewenang-wenangan, serta kemungkaran, sebagaimana hal itu termaktub dalam NDI point ke-3.

Siapapun yang ada diatas ataupun dibawah, itu tidak penting, yang penting adalah bagaimana kita bisa bergerak secara kolektif dalam ikatan. Jangan malah hanya karna yang jadi pemimpin diatas bukan dari kubu kita, kita akhirnya bergerak individu, sehingga menyebabkan tidak adanya korelasi antar pimpinan. Bahkan kemungkinan terburuknya adalah IMM akan rapuh dan lama kelamaan hancur.

Siapapun kader yang mau naik, harus didukung. Tetapi bagi saya, siapa yang mau naik harus mempunyai gagasan yang matang, untuk mengembalikan marwah gerakan IMM, juga supaya kapal kita jelas arahnya kemana. Menurut hemat saya, mencalonkan diri sebagai pemimpin tanpa gagasan adalah anarkis.

Mengembalikan marwah gerakan IMM, merupakan PR bagi setiap calon pemimpin berikutnya, tak bisa dipungkiri gerakan IMM semakin kesini semakin tak terlihat, dan malah cara pandangnya pragmatis sekali. Hal itu akan menjadi sulit bagi setiap pimpinan, sebab semakin hari tantangan kita semakin kompleks.

Tapi itu adalah konsekuensi bagi siapapun yang akan naik, jika PR pemimpin negara dari hari ke hari adalah menyelesaikan kasus pelanggaran HAM masa lalu dan sekarang, maka PR calon pimpinan baru di IMM adalah sebagaiman saya jelaskan diatas. Pelanggaran HAM perlu diselesaiakan, supaya menjamin kepastian hukum, terpenuhinya rasa keadilan, dan terbukanya kebenaran.

Dan urgensi mengembalikan marwah gerakan IMM adalah, memperpanjang hidup IMM untuk tetap berjalan pada koridornya. Setiap calon pemimpin harus berani menyelesaikan permasalahan masa lalu, saya khawatir jika kita tidak berani menghukum masa lalu maka kita akan dihukum oleh masa depan.

Selamat menyambut musyawarah IMMawan dan IMMawati sedunia.

09 Juni 2019
10.05 / Warung Kopi

0 Comments