OPINI | Muhammadiyah adalah salah satu organisasi besar yang turut
menyumbangkan Pengembangan Sumber Daya Manusia (PSDM) yang sangat besar
di Indonesia. Namun, kendati demikian, persoalan kaderisasi di
Muhammadiyah masih banyak terjadi problem. Besarnya Muhammadiyah
ternyata masih belum diimbangi dengan lahirnya individu - individu yang
sesuai dengan cita - cita Muhammadiyah, sebagai umat Islam yang Kaffah.
Beberapa problem yang dihadapi Muhammadiyah dalam melahirkan individu -
individu yang dicita - citakan adalah salah satunya terkait kaderisasi.
Persoalan kaderisasi selalu menjadi topik utama oragnisasi besar seperti
Muhammadiyah dalam mewujudkan cita - citanya. Dapat kita lihat seperti
di wilayah Bojonegoro. Muhammadiyah di Bojonegoro yang juga begitu besar
dan dengan amal usahanya yang besar pula tetapi ternyata persoalan
kaderisasi masih menjadi persoalan utama yang menyebabkan tak munculnya
kader - kader unggul, militan dan loyal dalam Muhammadiyah sehingga apa
yang dicita - citakan Muhammadiyah belum tercapai.
Lalu dalam benak kita terbesit sebuah pertanyaan, apa yang terjadi dalam
kaderisasi Muhammadiyah ini? Apakah sistemnya yang kurang tepat?
Ataukah ataukah terkendal masalah ekonomi organisasi?
Jika dilihat, berapakah lembaga - lembaga pendidikan yang di didirikan
oleh Muhammadiyah? Tentu kita akan menjawab, puluhan bahkan ratusan
lembaga pendidikan yang telah didirikan Muhammadiyah. Seharusnya, ketika
kita melihat begitu banyaknya SMP, SMA Muhammadiyah, maka sejumlah
murid yang ada disitulah jumlah kader - kader Ikatan Pelajar
Muhammadiyah (IPM). Selanjutnya, berapa perguruan tinggi yang telah
didirikan Muhammadiyah? Dan dari jumlah mahasiswa yang ada di perguruan
tinggi Muhammadiyah itulah seharusnya jumlah kader - kader Ikatan
Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) yang lahir. Namun kenyataannya berbeda,
bukan demikian.
Lalu, apakah pendanaan organisasi Muhammadiyah ini masih kurang? Jika
kita melihat dari sisi ini, tentunya kita menjawab tidak, sebab telah
banyak pula Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) seperti rumah sakit, pom
bensin, swalayan dll yang menghasilkan provit besar yang masuk ke dalam
Muhammadiyah. Lalu apa problem yang terjadi di dalam kaderisasi
Muhammadiyah ini?
Dalam seminar dan workshop perkaderan yang dilaksanakan Majelis
Pendidikan Kader Pimpinan Daerah Muhammadiyah Bojonegoro pada Rabu
(3/4/2019) kemarin, terdapat beberapa problem kaderisasi yang harus di
pecahkan oleh Muhammadiyah Bojonegoro untuk mewujudkan cita - citanya.
Problem tersebut diantaranya :
1. Banyak orang yang hanya mencari hidup di Muhammadiyah.
Hal tersebut bisa dilihat dari karyawan yang bekerja di Amal Usaha
Muhammadiyah. Kenapa lemabag pendidikan Muhammadiyah tidak bisa
menanamkan nilai - nilai kemuhammadiyahan didalamnya? Karena guru yang
mengajar di sekolah Muhammadiyah bukan melakukan kaderisasi
Muhammadiyah, melainkan hanya mencari pekerjaan di Muhammadiyah.
Walaupun ini bukan secara keseluruhan, tetapi mayoritas banyak yang
demikian. Sehingga transformasi nilai - nilai kemuhammadiyah itu tidak
ditanamkan betul - betul. Pelajaran KMD hanya sekedar diajarkan tanpa
ditanamkan secara mendalam. Dalam bahasa kasarnya
"Buat apa bersusah
payah menanamkan itu, yang penting kita mengajar. Entah diterima atau
tidak yang penting tugas kita mengajar dilaksanakan dan mendapat gaji".
Begitu pula di rumah sakit atau amal usaha Muhammadiyah lainnya. Ketika
Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Bojonegoro mau menerapkan sistem buku
kegiatan aktifitas ber-Muhammadiyah dilingkungan masyarakat kepada
karyawan Rumah Sakit seperti yang dilakukan PDM Lamongan di RS.
Muhammadiyah Lamongan, justru malah ditolak oleh Direktur RS.
Muhammadiyah yang ada di Bojonegoro atau lebih tepatnya Direktur RSA.
Hal ini dianggap sebagai kegiatan anak kecil. Sementara, ratusan jumlah
karyawan RS Muhammadiyah di Bojonegoro hanya beberapa yang aktif di
kegiatan Muhammadiyah, karena ya memang karyawan tersebut hanya untuk
bekerja tanpa mau mengikuti aturan dan kaderisasi di Muhammadiyah.
2. Kurangnya sinergitas pimpinan, lembaga, majelis dan Ortom.
Persoalan kaderisasi tidak hanya menjadi tanggung jawab Majelis kader
atau bidang kader, melainkan juga menjadi tanggung jawab bersama. Oleh
sebab itu, jika tidak terjadi sinergi antar lembaga, majelis, bidang
atau ortom maka proses kaderisasi tidak akan berjalan lancar. Untuk
mencetak Mubaligh - Mubaligh Muhammadiyah, maka majelis kader harus
mampu bekerja sama dengan majelis tabligh. Begitu pula denga. Mejelis
yang lain, baik majelis Dikdasmen dll.
3. Ekonomi kader Muhammadiyah yang masih lemah.
Selain kedua sebab diatas, ternyata banyak kader - kader Muhammadiyah
yang militan masih lemah terkait kondisi perekonomiannya. Hal itu juga
terjadi pula di ranting atau cabang muhammadiyah yang masih kecil.
Sehingga, ketida mau melaksanakan kegiatan Muhammadiyah masih terhambat
karena untuk memenuhi kebutuhan hidupnya saja masih kekurangan.
Sementara hal itu tidak sejalan dengan besarnya amal usaha yang
didirikan Muhammadiyah.
Dari beberapa pokok permasalahan kaderisasi yang penulis uraikan diatas
adalah gambaran kecil di wilayah Muhammadiyah Bojonegoro. Bukan maksud
penulis menyalahkan satu pihak atau beberapa pihak saja, tetapi ini
adalah permasalahan bersama yang perlu kita pecahkan agar tujuan
Muhammadiyah ini tercapai. Tidak hanya menjadi kesalahan Amal usaha atau
karyawan yang bekerja di Amal Usaha Muhammadiyah, tetapi juga ketegasan
pimpinan Muhammadiyah dan juga sinergitas pimpinan untuk mencapai semua
ini.
0 Comments