CERITAKU | Aku lahir dari kalangan masyarakan menengah ke bawah, minim pengetahuan
dan kurang pergaulan. Keluargaku bukanlah keluarga yang penuh dengan
kecukupan, semua harus dilakukan dengan upaya yang susah payah. Akupun
juga bukan anak yang pandai mengaji ataupun anak pesantren. Aku belajar
agama hanya sebatas mengaji di mushola kecil, itupun ketika usiaku SD,
mulai SMP, SMA, aku berhenti mengaji. Semua itu aku pandang dengan
alasan aku pengen mengaji lebih dari sekedar membaca Al-quran. Karena
selama aku mengaji di mushola kecil itu, aku hanya belajar membaca
Al-quran tanpa ada perpaduan belajar agama tentang hal lainnya. Ketika
itu aku mempunyai niat untuk selalu naik ke tingkat yang lebih tinggi.
Terkadang aku merasa iri dengan anak – anak yang bisa belajar di Pondok
Pesantren, mereka tau banyak tentang agama Islam. Tetapi apalah daya,
keluargaku sudah semaksimal mungkin mendidikku dengan segenap kekuatan
dan kemampuannya, bahkan jerih payah sampai keringatnya tak pernah
diperhitungkan dihadapanku.
Sejak duduk di bangku SMA, aku mulai belajar tentang kehidupan, ilmu,
pengetahuan, agama dan juga organisasi. Disitulah aku mulai mencari –
cari sendiri tentang apa yang selalu kuinginkan ketika aku kecil. Dua
kalimat yang selalu kuingat dari orang tuaku, “Ibu tidak bisa
membelikan, besok beli sendiri ketika sudah bisa cari uang sendiri”, itu
kalimat yang selalu terucap dari bibir ibuku ketika ibu tau aku
mempunyai keinginan namun ibuku tak mampu membelikan. Yang kedua kata –
kata dari Bapakku, “Semua yang aku lakukan sudah aku niatkan dalam
hatiku, walaupun berfikir terkadang tak mampu, tapi pasti ada jalan”.
Apa yang dikatakan bapakku tak lain adalah niat untuk mendidikan dan
menjadikan aku anak yang berilmu.
Menangis, menangis, dan menangis ketika aku melihat orang tuaku sakit.
Aku berdo’a “Semoga apa yang diusahakan orang tuaku mampu aku wujudkan
dan aku mampu menjadi anak yang Sholeh dan berbakti kepada orang tua”.
Sekarang aku masuk di bangku Kuliah, dengan segala kemampuan yang dapat
aku lakukan dan bantuan kedua orang tua, aku belajar sebagai Mahasiswa
di Kampus Muhammadiyah dengan bantuan temanku untuk masuk di bangku
tersebut. Dari situlah aku mulai belajar lebih dalam tentang agama
Islam. Akupun masuk sebagai bagian dari Persyarikatan Muhammadiyah. Aku
juga bergabung di Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Komisariat STIT
Muhammadiyah Bojonegoro.
Disinilah awal aku belajar agama seperti awal keinginanku ketika aku tak
mampu belajar di Pondok Pesantren. Walaupun dengan segala keminiman
pengetahuan, aku selalu berusaha dan terus berusaha dengan cara – cara
dan karakter yang aku miliki. Setelah bergabung juga dengan Ikatan
Mahasiswa Muhammadiyah, aku mulai belajar berorganisasi dan berpolitik.
Disitulah aku mendapatkan banyak pengetahuan, baik agama, jaringan
komunikasi, teman dan yang jauh lebih penting adalah pengalaman hidup
yang realitas.
Aku mulai menapaki langkahku di organisasi ini. Berawal sebagai kader
IMM, walaupun bukan dari warga Muhammadiyah, tapi aku mendapatkan
kenyaman di Muhammadiyah dan aku mempunyai cita – cita kecil untuk
mengembangkan Muhammadiyah di daerah tempat tinggalku, yaitu di
kecamatan Sekar. Yang mana di Kecamatan Sekar memang mayoritas
masyarakat dengan adat Ke-NU-an, namun wawasan mereka tentang Keislaman
masih banyak yang berpandangan melenceng dari syariat Islam. Oleh sebab
itu, aku ingin mengubah pandangan masyarakat tentang islam sesuai dengan
syariat Islam yang telah dituliskan dalam Al-qur’an dan As-sunah.
Selain disisi itu, aku juga ingin terus berproses di IMM dan juga di
Muhammadiyah, bukan berarti aku berpandangan bahwa di Muhammadiyah
mempunyai banyak amal – amal usaha, tapi aku ingin mengembangkan
Muhammadiyah dan Islam lewat sebuah wadah Organisasi yaitu Muhammadiyah.
Billahi fii sabililhaq fastabiqul khoirot.
0 Comments